Berikut faktor penyebab dari perilaku menyimpang dalam keluarga dan masyarakat dan hubungan dengan penyakit sosial.
a) Faktor dari dalam (intrinsik)
1) Intelegensi
Setiap orang mempunyai
intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan intelegensi ini berpengaruh dalam daya
serap terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial.
Orang yang mempunyai intelegensi tinggi umumnya tidak kesulitan dalam bergaul,
belajar, dan berinteraksi di masyarakat. Sebaliknya orang yang intelegensinya
di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan dalam belajar di sekolah
maupun menyesuaikan diri di masyarakat. Akibatnya terjadi
penyimpanganpenyimpangan, seperti malas belajar, emosional, bersikap kasar,
tidak bisa berpikir logis. Contohnya, ada kecenderungan dalam kehidupan sehari,
anak-anak yang memiliki nilai jelek akan merasa dirinya bodoh. Ia akan merasa
minder dan putus asa.
Dalam keputusasaannya
tersebut, tidak jarang anak yang mengambil penyelesaian yang menyimpang. Ia
akan melakukan segala cara agar nilainya baik, seperti menyontek.
2)
Jenis kelamin
Perilaku menyimpang
dapat juga diakibatkan karena perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya
cenderung sok berkuasa dan menganggap remeh pada anak perempuan.
Contonya dalam
keluarga yang sebagian besar anaknya perempuan, jika terdapat satu anak
laki-laki biasanya minta diistimewakan, ingin dimanja.
3)
Umur
Umur memengaruhi
pembentukan sikap dan pola tingkah laku seseorang. Makin bertambahnya umur diharapkan seseorang
bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosinya, dan makin
tepat segala tindakannya.
Namun demikian, kadang
kita jumpai penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan oleh orang yang sudah
berusia lanjut, sikapnya seperti anak kecil, manja, minta diistimewakan oleh
anak-anaknya.
4)
Kedudukan dalam
keluarga
Dalam keluarga yang
terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa dirinya paling
berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai
sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya.
Jadi, susunan atau
urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku dan peranan dari fungsinya dalam
keluarga.
b)
Faktor dari luar
(ekstrinsik)
1)
Peran keluarga
Keluarga sebagai unit
terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar perananya dalam membentuk
pertahanan seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua
yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan bagaimana perkembangan
anak-anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan
penyakit sosial.
Sering kali orang tua
hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras
tanpa mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan
sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan tersebut sangat
rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya
materi saja tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak
dari orang tua seperti perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi
teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya.
Kesulitan para orang
tua untuk mewujudkan keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan lahir dan batin
inilah yang menjadi penyebab awal munculnya kenakalan remaja yang dilakukan
anak dari dalam keluarga yang akhirnya tumbuh dan berkembang hingga meresahkan
masyarakat. Misalnya, seorang anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak
harmonis.
Kasih sayang dan
perhatian anak tersebut cenderung diabaikan oleh orang tuanya. Oleh sebab
itulah, ia akan mencari bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang
mengarah pada hal-hal yang menyimpang. Seperti masuk dalam anggota genk,
mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain. Ia merasa jika masuk
menjadi anggota genk, ia akan diakui, dilindungi oleh kelompoknya. Di mana hal
yang demikian tersebut tidak ia dapatkan dari keluarganya.
2)
Peran masyarakat
Pertumbuhan dan
perkembangan kehidupan anak dari lingkungan keluarga akhirnya berkembang ke
dalam lingkugan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi
kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar
rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan seseorang, jika di luar
rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial.
Pola kehidupan
masyarakat tertentu kadang tanpa disadari oleh para warganya menyimpang dari nilai dan norma sosial yang
berlaku di masyarakat umum. Itulah yang disebut sebagai subkebudayaan
menyimpang. Misalnya masyarakat yang sebagian besar warganya hidup mengandalkan
dari usaha prostitusi, maka anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi
sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan
berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum minuman keras, maka
akan membentuk sikap dan pola perilaku menyimpang.
3)
Pergaulan
Pola tingkah laku
seorang anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak lain di
sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman sepergaulannya sering kali
memengaruhi kepribadian seorang anak. Dari teman bergaul itu, anak akan
menerima norma-norma atau nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila
teman bergaulnya baik, dia akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat
positif. Namun apabila teman bergaulnya kurang baik, sering kali akan mengikuti
konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya terjadi pola tingkah laku yang
menyimpang pada diri anak tersebut. Misalnya di suatu kelas ada anak yang
mempunyai kebiasaan memeras temannya sendiri, kemudian ada anak lain yang
menirunya dengan berbuat hal yang sama. Oleh karena itu, menjaga pergaulan dan
memilih lingkungan pergaulan yang baik itu sangat penting.
4)
Media massa
Berbagai tayangan di
televisi tentang tindak kekerasan, film-film yang berbau pornografi, sinetron
yang berisi kehidupan bebas dapat memengaruhi perkembangan perilaku individu.
Anak-anak yang belum
mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam
masyarakat, sering kali menerima mentah-mentah semua tayangan itu. Penerimaan
tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan perilaku menyimpang.