Konflik yang Muncul Akibat Keanekaragaman dan
Pemecahannya
Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa keragaman suku bangsa yang dimiliki
Indonesia adalah letak kekuatan bangsa Indonesia itu sendiri. Selain itu,
keadaan ini menjadikan Indonesia memiliki nilai tambah di mata dunia. Namun, di
sisi lain realitas keanekaragaman Indonesia berpotensi besar menimbulkan
konflik sosial berbau sara (suku, agama, ras, dan adat). Oleh karena itu,
kemampuan untuk mengelola keragaman suku bangsa diperlukan guna mencegah
terjadinya perpecahan yang mengganggu kesatuan bangsa.
Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat
keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti konflik antaretnis yang
terjadi di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan lain-lain. Di
Kalimantan Barat adanya kesenjangan perlakuan aparat. birokrasi dan hukum
terhadap suku asli Dayak dan suku Madura menimbulkan kekecewaan yang mendalam.
Akhirnya, perasaan ini meledak dalam bentuk konflik horizontal. Masyarakat
Dayak yang termarginalisasi semakin terpinggirkan oleh kebijakan-kebijakan yang
diskriminatif. Sementara penegakan hukum terhadap salah satu kelompok tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan di Poso, Sulawesi Tengah konflik
bernuansa sara mula-mula terjadi pada tanggal 24 Desember 1998 yang dipicu oleh
seorang pemuda Kristen yang mabuk melukai seorang pemuda Islam di dalam Masjid
Sayo. Kemudian pada pertengahan April 2000, terjadi lagi konflik yang dipicu
oleh perkelahian antara pemuda Kristen yang mabuk dengan pemuda
Islam di terminal bus Kota Poso. Perkelahian ini menyebabkan terbakarnya
permukiman orang Pamona di Kelurahan Lambogia. Selanjutnya, permukiman Kristen
melakukan tindakan balasan.
Dari dua kasus tersebut terlihat betapa perbedaan mampu memicu munculnya
konflik sosial. Perbedaan-perbedaan yang disikapi dengan antisipasi justru akan
menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan banyak orang. Oleh karena itu,
bagaimana kita bersikap dalam keanekaragaman benar-benar perlu diperhatikan.
Pemecahan Masalah Keanekaragaman
Sungguh cerdas pujangga Mpu Tantular. Sesaat setelah melihat keanekaragaman masyarakat yang ada di dalam masyarakat Kerajaan Majapahit, ia membuat sebuah rumus sosial yang bisa mempersatukan seluruh perbedaan yang ada di masyarakat. Bahkan, rumus yang ia kemukakan itu bisa dijadikan acuan dalam menghadapi permasalahan yang muncul sebagai akibat keanekaragaman.
Ia kemudian kita ketahui
menulis sebuah kitab Sutasoma, yang di dalamnya tertulis
Bhinneka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangrwa. Kamu tentu mengetahui apa arti dari kalimat ini. Tetapi
pelajaran yang terpenting dari potongan sejarah ini adalah bahwa keanekaragaman
bukanlah merupakan penghambat bagi tercapainya persatuan, kesatuan, dan
kerukunan masyarakat. Fakta sejarah memang membuktikan bahwa kehidupan agama di
Kerajaan Majapahit berjalan dengan sangat harmonis antara agama Hindu Siwa,
Buddha, dan lainnya, bahkan hingga masuknya pengaruh agama Islam.
Sebagai bukti adalah adanya
kebijakan dari raja Majapahit saat membebaskan raja-raja bawahan di pesisir
pantai utara Jawa untuk menganut agama Islam.
Itu terjadi pada abad-abad
yang silam. Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang muncul sebagai akibat
dari keanekaragaman dan perubahan kebudayaan yang ada di masyarakat? Setidaknya
ada dua potensi yang bisa dijadikan dasar pijakan untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat yang multicultural seperti
Indonesia.
1.
Menggunakan Kearifan Lokal
Ada sisi positif dan
negatif dari kehadiran ratusan suku bangsa di Indonesia. Selain bisa memperkaya
khazanah kebudayaan nasional, juga menjadi pemicu munculnya disintegrasi
sosial. Sering kita dengar terjadinya perang antarsuku atau konflik sosial
antaretnis di Indonesia.
Ada banyak alasan yang
mendasarinya. Tetapi, yang menarik adalah ternyata banyak suku bangsa yang
mempunyai mekanisme atau cara di dalam menyelesaikan permasalahan itu.
Kisah tentang kehidupan masyarakat di Lembah Baliem, bisa jadi merupakan contoh kearifan lokal yang dapat kita jadikan referensi dalam upaya mencarikan solusi atas permasalahan antaretnis atau antarsuku bangsa di Indonesia.
Kisah tentang kehidupan masyarakat di Lembah Baliem, bisa jadi merupakan contoh kearifan lokal yang dapat kita jadikan referensi dalam upaya mencarikan solusi atas permasalahan antaretnis atau antarsuku bangsa di Indonesia.
2.
Menggunakan Kearifan Nasional
Pada saat kita dihadapkan
pada beragam konflik dan sengketa yang terjadi di antara etnis atau suku bangsa
yang ada di Indonesia, belajar dari sejarah adalah cara yang paling tepat.
Pada masa penjajahan
Belanda kita merasakan betapa sulit merangkai nilai persatuan untuk sama-sama
menghadapi bangsa penjajah.
Hingga ketika kita mulai
menyadarinya di tahun 1928. Saat itu kita mengakui Indonesia sebagai identitas
bersama, yang mampu mengatasi sejumlah perbedaan kebudayaan di antara suku
bangsa yang ada. Nasionalisme Indonesia pun terbentuk dalam wujud pengakuan
bahasa, tanah air, dan kebangsaan.
Dampaknya adalah perjuangan
menghadapi kolonialisme Belanda semakin menampakkan hasilnya. Puncak dari
pencarian identitas itu ditemukan pada saat Pancasila disepakati sebagai dasar
negara dan petunjuk/arah kehidupan bangsa. Kompleksitas keragaman masyarakat dan budaya di Indonesia pun bisa diakomodasi
bersama. Dasar negara inilah yang digunakan oleh para founding fathers kita
pada saat mendirikan sebuah Negara nasional baru. Disebut negara nasional
karena negara Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang bisa hidup
berdampingan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar