Richard Nixon merupakan presiden
pertama Amerika yang mengunjungi Republik Rakyat Cina pada tahun 1972. Pada
kunjungannya tersebut Nixon mendorong rakyat Cina untuk lebih terlibat dalam
politik. Tergerak dengan dorongan Nixon tersebut, rakyat Cina mengambil sebuah
langkah politik yang disebut voluntary snow removal yang kemudian
mengakibatkan rakyat Cina mendapatkan sebuah pelajaran berharga dari
keterlibatannya dalam politik. Dari aksinya tersebut kemudian akhirnya dalam
setiap keputusan, kebijakan maupun proses-proses politik yang akan diambil
pemerintah Cina turut melibatkan peran masyarakat didalamnya. Tetapi, bukan
suatu hal yang aneh juga apabila suatu saat dan di suatu tempat terdapat rakyat
yang benar-benar tidak terlibat secara total dalam politik, entah karena tidak
tahu-menahu tentang politik ataupun ada rezim (pemerintah) yang sengaja membuat
rakyat buta terhadap politik dan pada akhirnya membatasi keterlibatan
masyarakat dalam politik. Pemerintah yang seperti ini beranggapan bahwa
individu adalah subjek pasif, bukanlah warga negara yang harus dan patut untuk
berpartisipasi.
Salah satu alasan umum untuk
melibatkan masyarakat dalam politik adalah bahwa kedaulatan rakyat sebagai
dasar dari kekuasaan politik yang sah. Bahkan negara-negara otoriter sekalipun
berupaya untuk melibatkan warga negara mereka dalam politik (walapun dikontrol)
sebagai alat legitimasi kekuasaan mereka. Kedua, partisipasi politik dapat
bertujuan untuk mengendalikan rakyat. Di banyak negara otoriter, pemerintah
gencar mempromosikan agar masyarakat berpartisipasi untuk mengurangi risiko
pemberontakan. Ketiga, partisipasi politik bertujuan pula untuk melegitimasi
rezim dan kebijakan-kebjiakannya. Di era ketika kedaulatan rakyat menjadi
sebuah norma-norma yang universal dan implementasinya hampir semua rezim
berupaya untuk melibatkan warganya sebagai salah satu cara mendapatkan
legitimasi atas kekuasaan mereka. Walaupun seringkali partisipasi hanya dalam
bentuk seremonial, mengikuti parade kampanye calon pemimpi, menghadiri
pertemuan politik, namun setidaknya keterlibatan individu tersebut merupakan
bentuk legitimasi kepada rezim.
Siapa Yang Berpartispasi dalam
Politik?
Di kebanyakan masyarakat, partisipasi
dikorelasikan dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
individu maka akan semakin besar kemungkinan individu tesebut akan aktif dalam
politik. Di negara-negara dunia ketiga di mana tingkat buta huruf sangat
tinggi, partisipasi umumnya sangat rendah karena kebanyakan penduduk tidak
menyadari dan memahami apa yang terjadi di dalam politik negaranya. Jika
tingkat pendidikan pendudukan di sebuah negara rata-rata tinggi, maka secara
otomatis partisipasi penuh akan didapatkan. Namun, ini bukan hanya masalah
mengatasi buta huruf saja. Masyarakat yang berpendidikan tinggi kemungkinan
untuk terlibat dalam setiap proses politik jauh lebih besar ketimbang mereka
yang pendidikannya rendah atau bahkan tak berpendidikan. Orang yang berpendidikan
tinggi biasanya terus mengikuti perkembangan politik domestik, melihat isu-isu
apa yang sedang berlangsung serta aktif dalam debat maupun diskusi-diskusi
politik. Sebagai contoh, di negara maju tampak sekali hubungan tingkat
pendidikan dengan partisipasi dalam politik. Lulusan SMA akan lebih aktif
dibandingkan dengan yang putus sekolah, lulusan universitas (sarjana) akan
lebih aktif dibandingkan dengan lulusan SMA.
Salah satu faktor yang mempengaruhi
partisipasi adalah penataan (setting) politik. Peran
pemerintah sangat dominan di sini, apakah pemerintah meningkatkan atau malah
membatasi partisipasi masyarakat atas akses terhadap lembaga-lembaga politik.
Faktor sosial-ekonomi (kelas sosial, pekerjaan, kesejahteraan, gender, etnis,
dan usia) juga turut mempengaruhi tingkat partisipasi. Umumnya, orang yang
sejahtera dan makmur hidupnya akan lebih aktif daripada orang yang kurang
makmur, laki-laki akan lebih aktif daripada wanita. Tetapi perubahan yang
terjadi di negara-negara saat ini adalah kelompok etnis yang dominan akan lebih
aktif daripada minoritas, dan orang tua (kecuali sangat tua) akan lebih aktif
daripada anak-anak muda.
Tingkat partisipasi telah meningkat
di hampir semua negara dalam dua dekade terakhir. Di AS saat tindakan aborsi
dilegalkan mendorong masyarakat berdemonstrasi menolak kebijakan tersebut.
Kampanye anti-aborsi, penempelan poster-poster, stiker, boikot, debat, dan
bahkan pembunuhan terus terjadi untuk menanggapi kebijakan aborsi terjadi.
Dalam sebuah rezim otoriter yang terorganisir dengan baik, seperti sistem
komunis dulu dan sekarang. Partisipasi masyarakat cukup luas, melibatkan hampir
semua penduduk dalam kegiatan politik. Pemimpin negara otoriter menyadari bahwa
akan bahaya jika terus menekan, membatasi, dan mengkontrol masyarakat dalam
berpartisipasi politik.
Dua dekade terakhir ini, para
ilmuwan politik membedakan dua model partisipasi, yaitu konvensional dan
non-konvensional. Partisipasi politik konvensional dengan menggunakan
saluran-saluran komunikasi politik yang disediakan pemerintah (pemilu, lewat
surat, dan kegiatan diskusi). Sedangkan bentuk partisipasi non-konvensional
biasanya dengan tindakan langsung (demonstrasi). Orang melihat, keikutannya
dalam politik karena dirasa isu yang terjadi atau kebijakan yang diambil pemerintah
menyangkut kepentingannya. Terkadang bentuk partisipasi non-konvensional
(mengarah tindakan yang lebih ekstrim) diambil jika dengan cara-cara
konvensional telah gagal mempengaruhi pemerintah.
Keikutsertaan masyarakat dalam
politik dipandang karena sebuah isu atau kebijakan terkait dengan
kepentingannya. Kadang bentuk partisipasi non-konvensional yang mengarah kepada
tindakan ekstrim dilakukan jika dengan cara-cara konvensional tidak bisa
mempengaruhi pemerintahan. Bentuk partisipasi konvensional dan non-konvensional
berbeda di tiap negara. Misalnya, sebuah petisi (permohonan) adalah sebuah
bagian dari bentuk partisipasi konvensional di AS, namun menjadi bentuk
non-konvensional di Inggris. Dari waktu ke waktu variasi bentuk partisipasi
mengalami perubahan. Sebuah contoh di Perancis, membuat sebuah barisan barikade
pernah menjadi sebuah tindakan yang umum dilakukan masyarakat dalam aksi
politik, namun barikade saat ini menjadi hal yang tidak umum lagi. Petani atau
sopir biasanya memblokir jalan dengan mengerahkan traktor-traktor dan
truk-truknya untuk memprotes kebijakan yang mereka tidak suka. Berbeda
lagi dengan di Jepang, taktik umum yang biasanya dilakukan oleh oposisi adalah
dengan memboikot parlemen.
Sumber :
1 komentar:
Best No Deposit Bonus Codes in India - Herzamanindir.com
5 steps1.Visit the official website of No Deposit India.
Benefits of using a no bsjeon deposit febcasino.com bonus.
Benefits of using a no deposit 출장마사지 bonus.
Benefits of using a no https://jancasino.com/review/merit-casino/ deposit bonus.
Online Sincere Accessory domain 바카라 사이트 www.online-bookmakers.info
Posting Komentar